Kontroversi Valentina Petrillo, Atlet Transgender di Paralimpiade 2024

Paris – Valentina Petrillo menjadi kontroversi di Paris. Ia menjadi atlet transgender yang berlaga di Paralimpiade Paris 2024.

Petrillo, yang berusia 50 tahun, turun sebagai atlet atletik T12 (masalah penglihatan) di nomor 400 meter. Ia bahkan bisa sampai ke semifinal, namun gagal ke final perebutan medali. Ia menjadi atlet yang terang-terangan mengaku sebagai transgender di Paralimpiade 2024.

Petrillo sendiri memantik perdebatan, karena dianggap tak layak turun di nomor putri. Sebab, ia merupakan trans dari pria ke wanita.

Perempuan kelahiran Naples itu memulai karier atletiknya sejak kecil. Namun, ia mengalami stargardt disease yang membuat penglihatanya bermasalah di usia 14 tahun.

Sempat menekuni futsal, ia kembali ke atletik pada usia 41 tahun. Saat itu, ia masih berstatus pria, dan sempat menjuarai 11 kali kejuaraan nasional.

Pada 2019, Petrillo, yang dikenal ayah dengan dua anak, memulai proses transisinya dari pria ke perempuan. Setelah terkabul, ia turun di nomor putri untuk kali pertama pada 2020.

Kini, keikutsertaannya di Paralimpiade 2024 tak lepas dari kecaman. Namun, Valentina Petrillo menyikapinya dengan santai, dan menyebut wajar jika ada yang protes.

“Dengar, saya orang pertama yang menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini juga ke diri sendiri. Sebelumnya, ketika saya memutuskan untuk tidak berlari lagi, karena saya tidak ingin lagi berlari sebagai laki-laki, saya juga bertanya pada diri sendiri soal pertanyaan-pertanyaan ini. Saya berkata, ‘Bagaimana jika Anda, sebagai seorang dengan biologis wanita, melihat Valentina di trek?” katanya kepada Rai 1, dilansir Mirror.

“Saya pikir pertanyaan itu wajar. Itu normal.”

“Kita lahir di masyarakat yang menuntun kita untuk bicara, tapi selama perjalanan ini, saya belajar banyak hal, dan kemudian saya benar-benar paham di mana letak masalahnya.”

“Masalahnya adalah masalah informasi. Jadi kita harus membicarakan hal-hal ini, kita tidak boleh takut. Kita harus bertanya pada diri sendiri, dunia olahraga juga harus mempertanyakan kita. Tentu saja, kata inklusi harus menjadi yang terdepan dalam dunia olahraga, karena solusinya harus ditemukan untuk semua orang,” ungkapnya.